Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah mampu kembali menguat ke level Rp 11.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Syaratnya dengan reformasi ekonomi, termasuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menilai, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berada pada rentang Rp 11.600 per dolar AS hingga Rp 11.900 per dolar AS cukup baik untuk menunjang ekspor dan menyusutkan impor.
"Kalau mata uang lain melemah jadi wajar jika rupiahnya bergerak. Dan kenaikan suku bunga AS adalah tantangan semua negara emerging market terutama yang punya defisit ekspor impor," ujar dia kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Dia meyakini kurs rupiah terhadap dolar AS akan membaik jika pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dapat melakukan pro reformasi ekonomi. Salah satunya dengan mengurangi impor BBM. Hal ini dilakukan agar aliran dana asing (capital inflow) tetap masuk ke Indonesia.
"Reformasi ekonomi di bidang energi, harus bisa mencari sumber energi tambahan selain minyak, harus bisa mengurangi impor BBM, membuat budjet APBN yang sehat dengan alokasi subsidi BBM jangan terlalu besar dan dialihkan ke infrastruktur sehingga membuat pertumbuhan ekonomi lebih produktif," jelas Mirza.
Kebijakan reformasi ekonomi lain, sambungnya, meningkatkan ekspor di luar ekspor komoditas yang selama ini sudah direalisasikan. Membangun kemandirian pangan, energi dan menjaga kondisi perbankan tetap sehat.
"Kebijakan yang bikin capital inflow masuk dan kebijakan yang mengurangi kebutuhan dolar AS harus dilakukan," cetusnya.
Jika reformasi ekonomi bisa diterapkan pemerintahan baru, Mirza memperkirakan, nilai tukar rupiah bisa menguat ke level Rp 11.500 per dolar AS. "Ya bisa," imbuh dia. (FIk/Gdn)
No comments:
Post a Comment